Latar Belakang
Saat ini teknologi berkembang dengan
sangat pesat dan dapat dirasakan dari waktu ke waktu. Teknologi yang berkembang
ini dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya. Komunikasi dari satu
tempat ke tempat lain pun menjadi lebih mudah dengan adanya perkembangan
teknologi ini. Informasi yang didapat oleh seseorang pun akan lebih mudah dan
sangat beragam. Bahkan teknologi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan
dasar manusia saat ini. Tanpa adanya teknologi, manusia tidak akan berkembang
sampai sejauh ini.
Salah satu contoh perkembangan teknologi saat
ini adalah software komputer yang dapat menunjang kecanggihan
yang dimiliki oleh alat elektronik tersebut. Beberapa peneliti telah melakukan
penelitian dengan cara mengembangkan atau menciptakan software-software baru.
Disinilah letak permasalahan terjadi. Banyak pengguna komputer melakukan
pembajakn terhadap software-software tesebut. Pembajakan ini
tidak hanya dilakukan oleh individu-individu saja, tetapi juga dilakukan oleh
perusahaan-perusahaan yang dikatakan cukup besar. Pembajakan ini dilakukan
dengan maksud untuk tidak mengeluarkan biaya sedikitpun untuk mendapatkan software tersebut
untuk menikmati keuntungan dari kecanggihan software tersebut
tanpa membayarnya. Beredarnya software bajakan menimbulkan
kerugian yang sangat besar. Menurut laporanSoftware and Information
Industry Association (SIIA, 2000 dalam Wahid, 2004), kerugian
yang diakibatkan pembajakan software selama lima tahun
(1994-1999) mencapai hampir 60 triliun dollar.
Statistik ini sekaligus
menempatkan Indonesia pada daftar negara yang harus diawasi dalam hal
pembajakan software. Indonesia pun kini menduduki peringkat ke-11
di dunia dalam hal pembajakan software. Hasil tersebut diperoleh
dari “Studi Pembajakan Software Global 2010″ oleh Business Software
Alliance (BSA) yang mengevaluasi status pembajakansoftware secara
global. Studi Pembajakan Software Global 2010 mencakup pembajakan atas
seluruh software yang berjalan pada PC, termasuk desktop, laptop dan ultra-portabel,
termasuk netbook. Ini mencakup sistem operasi, sistemsoftware seperti database dan
paket keamanan, serta aplikasi software, dengan software gratis
yang sah dansoftware open source yang tercakup dalam
ruang lingkup penelitian.
Bayangkan saja kita bisa
mengambil dari salah satu contoh penggunaan software yang mungkin sering kita
gunakan untuk keperluan bekerja ataupun kuliah. jika kita bandingkan harga
sebuah software original dengan bajakan yang sering kita gunakan sangat berbeda
jauh. hal ini bisa kita lihat dari harga sebuah software original pada sebuah
tabel dibawah ini :
Jenis
Software Original
|
Harga
/ Price (Rp)
|
Windows XP
|
1.000.000
|
MS Office 2010
|
2.799.900
|
Adobe Acrobat Pro
|
7.990.000
|
Winzip
|
129.000
|
MYOB
|
5.500.000
|
Menyikapi
pembajakan hak cipta baik software, video , music dan semua barang digital,
pihak pemerintah AS membuat sebuah kebijakan dengan diterbitkanya SOPA (Stop Online Piracy Act) dan PIPA (Protec IP Act)
yaitu adalah undang-undang yang diajukan tahun lalu oleh senator dan pejabat tinggi AS dengan tujuan untuk melindungi hak cipta
materi internet seperti video, musik, software dan semua barang digital dari
pembajakan. SOPA dan PIPA mengatur bagaimana dunia maya seharusnya menurut
mereka, dan tentunya penggunanya. Namun, undang-undang ini tidak sesederhana
itu, banyak hal dari undang-undang ini akan mengubah cara kerja internet saat
ini. Namun sayangnya kebijakan pemerintah akan diterbitkan SOPA dan PIPA banyak
mendapatkan tentangan salah satunya adalah ditandai dengan kejadian pada
Desember 2011 lalu, koalisi anti-SOPA memasang iklan satu halaman penuh di
hampir semua media massa nasional. Tak tanggung-tanggung, Google bahkan menyewa
15 firma pelobi untuk menghadang paket RUU itu agar tidak sampai disahkan.
Walaupun kebijakan SOPA dan PIPA ini dikeluarkan oleh pemeritah AS namun
sedikit banyak Negara-negara lain termasuk Indonesia mendapatkan dampak akan
adanya peraturan ini. Tentu saja, dengan undang-undang tersebut, maka
pemerintah AS berhak menuntut situs untuk menghapus konten-konten yang menurut
mereka ilegal atau situs tersebut akan diblok (melalui ISP setempat), sehingga
pengguna tidak bisa membuka lagi situs kesayangannya. Secara garis besar, SOPA
dan PIPA jika disetujui hanya akan berlaku di AS dan tidak di negara lain. Tetapi,
jika ada yang menggunakan server-server di Amerika Serikat untuk hosting
website, tentunya konten-konten website tersebut akan masuk ke dalam juridiksi
hukum di sana.
Memang secara langsung, SOPA dan PIPA ini tidak mempengaruhi jaringan
internet di Indonesia. Namun, bisa dibayangkan untuk kita yang sehari-hari
menggunakan service-service sosial media seperti Multiply, Facebook, Google,
Twitter, YouTube, dan lain-lain; kebanyakan website-website ini akan menjadi
target sasaran dari SOPA dan PIPA. Penggunaan internet bisa dipastikan akan
berubah jika SOPA dan PIPA diluluskan.
PEMBAHASAN
A. Definisi Piracy
Piracy, sebuah kata yang jika kita coba terjemahkan
secara bebas di dunia perkomputeran adalah pembajakan. Apa itu pembajakan?
Pembajakan berasal dari kata membajak yaitu mengambil barang orang lain secara
paksa dan tanpa ijin untuk kemudian dipergunakan untuk kepentingan diri
sendiri.
Piracy adalah Pembajakan perangkat lunak (software)
Pembajakan perangkat lunak adalah penyalinan atau penyebaran secara tidak sah
atas perangkat lunak yang dilindungi undang-undang. Hal ini dapat dilakukan
dengan penyalinan, pengunduhan, sharing, penjualan, atau penginstallan beberapa
salinan ke komputer personal atau kerja Contoh: Pembajakan software aplikasi
(contoh: Microsoft), lagu dalam bentuk digital (MP3, MP4) dll.
Jenis-jenis pembajakan software yang ada:
1. Hard disk loading
Pembajakan
software terjadi ketika sebuah toko komputer menawarkan instalasi sistem
operasi atau software bajakan kepada pelanggan yang ingin membeli perangkat
komputer. Biasanya, penawaran ini diajukan sebagai layanan tambahan kepada
pelanggan yang membeli laptop atau merakit komputer tanpa sistem operasi.
2. Counterfeiting (pemalsuan)
Jenis
pemalsuan software yang biasanya dilakukan secara “serius.” Kepingan CD
software tidak dibungkus dengan plastik biasa. Di sini, pelaku pembajakan juga
membuat dus kemasan seperti yang asli, lengkap dengan manual book dan kepingan
CD yang meyakinkan.
3. Internet/online piracy
Jenis
pembajakan yang dilakukan melalui koneksi jaringan internet. Selama ini banyak
situs web yang menyediakan software bajakan secara gratis. Seseorang yang
membutuhkannya bisa mengunduh kapan saja.
4. Mischanneling
Pembajakan software yang biasanya
dilakukan oleh sebuah institusi untuk mencari keuntungan tertentu. Sebagai
contoh, ada sebuah kampus yang membeli 50 lisensi akademik (academic licence) dari Microsoft. Lisensi ini memang
dijual lebih murah oleh Microsoft. Namun pada suatu saat, kampus tersebut malah
menjual lisensinya kepada pihak lain yang tidak berhak mendapatkan lisensi
akademik.
5. Corporate Piracy
Dalam lingkup perusahaan, pembajakan
yang paling sering dilakukan ialah ketika perusahaan membeli software untuk 10
lisensi, namun pada praktiknya, software tersebut digunakan pada 15 komputer
atau lebih. Menurut Polri, penggunaan software tanpa lisensi untuk kepentingan
komersial merupakan tindak pidana.
B. Alasan pembajakan perangkat lunak :
1.
Lebih murah ketimbang membeli lisensi asli.
2.
Format digital
sehingga memudahkan untuk disalin ke media lain.
3.
Manusia cendrung mencoba ‘hal’ baru.
4.
Undang-undang hak cipta belum dilaksanakan secara tegas.
5.
Kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menghargai ciptaan orang
lain.
C. Pembajakan Software dari
Perspektif Hukum
Di dalam terminologi hukum
di Indonesia, tidak mengenal istilah pembajakan software. Istilah
ini merupakan terjemahan langsung dari software piracy. Dalam
Kamus Microsoft Encarta, dikatakan bahwa piracy merupakan perbuatan
menggunakan material yang dilindungi dengan copyright atau
yang dikenal di Indonesia sebagai hak cipta, tanpa izin resmi. Bila dilihat ke
dalam hukum nasional kita, masalah perlindungan software ini
diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19/2002 (UU Hak Cipta). Pada Pasal 12
dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebuah Ciptaan dalam bidang ilmu
pengetahuan, seni dan sastra adalah:
1.
Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay
out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2.
Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain
yang sejenis dengan itu;
3.
Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4.
Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5.
Drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan, dan pantomim;
6.
Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan
seni terapan
7.
Arsitektur;
8.
Peta;
9.
Seni, batik;
10.
Fotografi;
11.
Sinematografi;
12.
Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai,
database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Pembajakan software bisa
mencakup beberapa kegiatan antara lain menjual software atau
menyewakan software. Namun, tidak disebutkan bahwa menggunakan atau
memakai software merupakan pelanggaran hak cipta juga disebut
pembajakan software. Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir bila
menggunakan softwar ebajakan. Akan tetapi, meng-copy atau
menginstal software termasuk tindakan memperbanyak software.
Bila dilakukan tanpa izin (tanpa lisensi dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta) maka
juga dianggap pembajakan. Sebenarnya, masalah hak cipta awalnya merupakan
permasalahan perdata, artinya hanya menyangkut kepentingan individu terhadap
individu lainnya. Namun, lantaran UU Hak Cipta juga memasukkan unsur pidana,
maka masalah pembajakan software ke hukum pidana. Pasal 72
ayat (1) memberikan ancaman kurungan pidana bagi mereka yang sengaja dan tanpa
hak (melawan hukum) melakukan perbuatan tersebut, paling singkat 1 bulan
dan/atau denda paling sedikit Rp. 1 juta, paling lama 7 tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 5 milyar.
D. Pembajakan Software dari
Perspektif Etika Bisnis
Seperti yang sudah
diketahui, pembajakan software merupakan subyek perdebatan.
Beberapa penulis mendukung pembajakan software karena manfaat
baik untuk perkembangan masyarakat, terutama memberikan akses kepada mereka
yang tidak mampu secara ekonomi membeli software legal (Wong,
Kong, dan Ngai, 1990 dalam Dewi & Gudono, 2007).
Sementara
ini, kelompok yang tidak mendukung pembajakan software mempunyai
alasan yang jelas. Dukungan dana untuk industri software untuk
menghasilkan software yang berkualitas adalah alasan utama
kelompok ini. Kelompok ini juga mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul
karena maraknya pembajakan (Rahim et al., 2000 dalam Dewi & Gudono, 2007),
seperti keenganaan produsen software untuk memproduksi kembali
serta pembebanan
biaya yang bahkan lebih
tinggi untuk software legal sebagai kompensasi kehilangan
akibat pembajakan software.
Survei yang dilakukan oleh
Wahid (2004) di tahun 2002 setidaknya dapat menjelaskan motif pembajakan
software ini. Survei yang dilakukannya, menemukan bahwa sebagian besar (36%)
responden menyatakan bahwa mereka membajak software beberapa
kali dalam satu bulan dan 19% responden menyatakan tidak pernah membeli software bajakan.
Meskipun dari sisi persentase tingkat pembajakan di Indonesia besar, misal pada
tahun 2010 sebesar 87%, namun kerugian yang dialami oleh Indonesia lebih
sedikit dibandingkan negara-negara yang lain, walaupun kejadian ini membuat
Indonesia menduduki peringkat ke-11 di seluruh dunia versi BSA. Hal ini
berarti, jika yang dikejar oleh pada produsen software adalah
pengurangan kerugian secara signifikan, maka berjuang melawan pembajakan di
negara-negara maju akan lebih menguntungkan. Survei juga menemukan bahwa faktor
stimulus yang terkait dengan kebutuhan dan harga software legal
yang terlalu merupakan motivasi utama para pembajak.
Kasus ini menunjukkan bahwa
teknologi informasi membutuhkan pemahaman mengenai etika dalam penggunaannya
agar tidak terjadi kejahatan-kejahatan yang membawa kerugian. Beberapa pihak
yang peduli terhadap etika sistem informasi khususnya terkait dengan penggunaan
teknologi informasi telah membuat berbagai pedoman mengenai etika penggunaan
komputer, salah satunya yaitu pedoman yang dibuat oleh Indoglobal-supp@indoglobal.com (Dewi
& Gudono, 2007) mengenai pedoman bagi pemakai dan nekinet yang diberi judul
Sepuluh Perintah untuk Etika Komputer, yang isinya adalah:
§ Jangan
menggunakan untuk membahayakan orang lain.
§ Jangan
mencampuri pekerjaan komputer orang lain.
§ Jangan
mengintip file orang lain.
§ Jangan
menggunakan komputer untuk mencuri.
§ Jangan
menggunakan komputer untuk bersaksi dusta.
§ Jangan
menggunakan atau menyalin perangkat lunak yang belum kamu bayar.
§ Jangan
menggunakan sumber daya komputer orang lain tanpa otorisasi.
§ Jangan
mengambil hasil intelektual orang lain untuk diri kamu sendiri.
§ Pikirkanlah
mengenai akibat sosial dari program yang kamu tulis.
§ Gunakanlah
komputer dengan cara yang menunjukkan tenggang rasa dan rasa penghargaan.
E. Implikasi
dan Solusi Masalah Pembajakan Software
Pembajakan software
merupakan hal yang tidak etis dilakukan dan tidak sesuai dengan hukum yang
berlaku di Indonesia. Maraknya penggunaan software ilegal
juga berdampak negatif terhadap perkembangan industri tersebut di dalam negeri.
Orang akan malas berkreasi untuk menciptakan suatu hasil karya karena kurangnya
perlindungan hukum terhadap para penciptanya. Oleh karena itu, berbagai langkah
telah banyak dilakukan BSA dalam rangka penegakan hukum di bidang hak cipta.
Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi adalah dengan :
- Menerapkan diskrimasi harga software terutama untuk negara-negara berkembang yang diikuti dengan penerapan undang-undang secara konsisten termasuk pemberantasan peredaran software bajakan dan edukasi publik untuk lebih meningkatkan apresiasi terhadap hak atas kekayaan intelektual. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan maupun individu tidak segan lagi uintuk membeli software yang dianggap sangat mahal.
- Menggalakkan penggunaan software open source yang bisa didapatkan dengan gratis. Namun solusi ini bukannya tanpa masalah. Masalah jaminan keamanan dan kemungkinan klaim terhadap masalah vulnerabilitas, entry barriers, dan besarnya switching cost merupakan beberapa alasan yang mengemuka (e.g. Hidayat, 2003 dalam Dewi & Gudono, 2007). Namun demikian, bukannya tidak mungkin pada waktu yang akan datang, jika sudah sampai pada critical mass, penggunaan software open source semakin berkembang
KESIMPULAN
Pembajakan software
(software piracy) merupakan tindakan yang melanggar hukum terutama UU HKI dan
tidak etis dilakukan karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi pengusaha
software dan bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan masyarakat meskipun
tingkat pembajakan software di Indonesia dari sisi persentase
sangat besar, namun jika dilihat dari sisi kerugian yang diakibatkan sangat
kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang dilakukan oleh para pembajak di
negara maju. Harga software legal yang terlalu mahal, terutama
untuk negara berkembang, adalah motivasi utama mengapa orang membelisoftware bajakan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk
mengurangi pembajakan di antaranya adalah diskrimasi hargasoftware terutama
untuk negara-negara berkembang yang diikuti dengan penerapan undang-undang
secara konsisten termasuk pemberantasan peredaran software bajakan,
edukasi publik untuk lebih meningkatkan apresiasi terhadap hak atas kekayaan
intelektual, serta pemasyarakatan penggunaan software open
source.
CONTOH
KASUS
Apple Bayar $5
Juta Atas Pelanggaran Paten Perusahaan Taiwan
Elan Microelectronics Corp
(EMC), sebuah perusahaan touch design
yang bermarkas di Taiwan, pada Kamis kemarin (5 Jan) mengatakan bahwa Apple
akan membayar US$5 juta sebagai bagian dari sebuah kesepakatan dalam kasus
pelanggaran hak paten. Apa yang disampaikan EMC juga menyebut bahwa dua
perusahaan yang terlibat kasus paten itu akan bertukar kewenangan untuk memakai
paten masing-masing.
Di tahun 2009, EMC menggugat
Apple di pengadilan Amerika atas pelanggaran dua paten. Di tahun yang sama Apple
ganti menggugat EMC. Komisi Perdagangan Internasional Amerika (ITC)
selanjutnya pada bulan Juni 2009 memutuskan bahwa Apple tidak bersalah karena
tidak melanggar hukum perdagangan Amerika.
Selain dengan EMC, Apple
juga masih dalam perang paten dan saling gugat dengan perusahaan lain. Yang
terpanas pastinya perseteruan Apple kontra Samsung terkait paten iPhone/iPad
dan smartphone /tablet Galaxy Series.
Laporan Reuters menyebut bahwa perang paten
telah menjadi hal yang lumrah di dunia teknologi karena produsen pastinya ingin
melindungi teknologi yang ada di produk mereka sehingga tidak dipakai oleh
pesaingnya. Tapi dari semua kasus paten yang pernah ada, sebagian besar bisa
diselesaikan diluar pengadilan karena
perusahaan besar lebih suka menghindari pertarungan panjang di meja hijau.
Sementara persidangan terus berlangsung, bisa jadi teknologi yang diperebutkan
telah ketinggalan jaman karena munculnya teknologi lain yang lebih baru.
REFERENSI
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika
Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Dewi & Gudono. 2007. Analisis
Pengaruh Intensitas Moral terhadap Intensi Keperilakuan: Peranan Masalah Etika
Kepersepsian dalam Pengambilan Kepputusan Etis yang Terkait dengan Sistem
Informasi, Simposium Nasional X Unhas Makasar 26-28 Juli 2007.
Kompas.com. 2011. Pembajakan “Software”
Bukannya Turun, Malah Naik, Kompas, Selasa 17 Mei 2011.
Unti Ludigdo (2007), Paradoks Etika
Akuntan, Bab 2
Ronald F. Duska & B.S. Duska
(2005), Accounting Ethics, Ch. 2&3
Wahid, Fathul. 2004. Motivasi
Pembajakan Software: Perspektif Mahasiswa. Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi 2004, Yogyakarta, 19 Juni 2004