Selasa, 22 April 2014

PIRACY, ITS CRIME!



Latar Belakang

Saat ini  teknologi berkembang dengan sangat pesat dan dapat dirasakan dari waktu ke waktu. Teknologi yang berkembang ini dapat memudahkan manusia dalam melakukan aktivitasnya. Komunikasi dari satu tempat ke tempat lain pun menjadi lebih mudah dengan adanya perkembangan teknologi ini. Informasi yang didapat oleh seseorang pun akan lebih mudah dan sangat beragam. Bahkan teknologi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia saat ini. Tanpa adanya teknologi, manusia tidak akan berkembang sampai sejauh ini.


Salah satu contoh perkembangan teknologi saat ini adalah software komputer yang dapat menunjang kecanggihan yang dimiliki oleh alat elektronik tersebut. Beberapa peneliti telah melakukan penelitian dengan cara mengembangkan atau menciptakan software-software baru. Disinilah letak permasalahan terjadi. Banyak pengguna komputer melakukan pembajakn terhadap software-software tesebut. Pembajakan ini tidak hanya dilakukan oleh individu-individu saja, tetapi juga dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang dikatakan cukup besar. Pembajakan ini dilakukan dengan maksud untuk tidak mengeluarkan biaya sedikitpun untuk mendapatkan software tersebut untuk menikmati keuntungan dari kecanggihan software tersebut tanpa membayarnya. Beredarnya software bajakan menimbulkan kerugian yang sangat besar. Menurut laporanSoftware and Information Industry Association (SIIA, 2000 dalam Wahid, 2004), kerugian yang diakibatkan pembajakan software selama lima tahun (1994-1999) mencapai hampir 60 triliun dollar.




Statistik ini sekaligus menempatkan Indonesia pada daftar negara yang harus diawasi dalam hal pembajakan software. Indonesia pun kini menduduki peringkat ke-11 di dunia dalam hal pembajakan software. Hasil tersebut diperoleh dari “Studi Pembajakan Software Global 2010″ oleh Business Software Alliance (BSA) yang mengevaluasi status pembajakansoftware secara global. Studi Pembajakan Software Global 2010 mencakup pembajakan atas seluruh software yang berjalan pada PC, termasuk desktoplaptop dan ultra-portabel, termasuk netbook. Ini mencakup sistem operasi, sistemsoftware seperti database dan paket keamanan, serta aplikasi software, dengan software gratis yang sah dansoftware open source yang tercakup dalam ruang lingkup penelitian.
Bayangkan saja kita bisa mengambil dari salah satu contoh penggunaan software yang mungkin sering kita gunakan untuk keperluan bekerja ataupun kuliah. jika kita bandingkan harga sebuah software original dengan bajakan yang sering kita gunakan sangat berbeda jauh. hal ini bisa kita lihat dari harga sebuah software original pada sebuah tabel dibawah ini :

Jenis Software Original
Harga / Price (Rp)
Windows XP 
1.000.000
MS Office 2010
2.799.900
Adobe Acrobat Pro
7.990.000
Winzip
   129.000
MYOB           
5.500.000


Menyikapi pembajakan hak cipta baik software, video , music dan semua barang digital, pihak pemerintah AS membuat sebuah kebijakan dengan diterbitkanya SOPA (Stop Online Piracy Act) dan PIPA (Protec IP Act) yaitu adalah undang-undang yang diajukan tahun lalu oleh senator dan pejabat tinggi AS dengan tujuan untuk melindungi hak cipta materi internet seperti video, musik, software dan semua barang digital dari pembajakan. SOPA dan PIPA mengatur bagaimana dunia maya seharusnya menurut mereka, dan tentunya penggunanya. Namun, undang-undang ini tidak sesederhana itu, banyak hal dari undang-undang ini akan mengubah cara kerja internet saat ini. Namun sayangnya kebijakan pemerintah akan diterbitkan SOPA dan PIPA banyak mendapatkan tentangan salah satunya adalah ditandai dengan kejadian pada Desember 2011 lalu, koalisi anti-SOPA memasang iklan satu halaman penuh di hampir semua media massa nasional. Tak tanggung-tanggung, Google bahkan menyewa 15 firma pelobi untuk menghadang paket RUU itu agar tidak sampai disahkan.

 Walaupun kebijakan SOPA dan PIPA ini dikeluarkan oleh pemeritah AS namun sedikit banyak Negara-negara lain termasuk Indonesia mendapatkan dampak akan adanya peraturan ini. Tentu saja, dengan undang-undang tersebut, maka pemerintah AS berhak menuntut situs untuk menghapus konten-konten yang menurut mereka ilegal atau situs tersebut akan diblok (melalui ISP setempat), sehingga pengguna tidak bisa membuka lagi situs kesayangannya. Secara garis besar, SOPA dan PIPA jika disetujui hanya akan berlaku di AS dan tidak di negara lain. Tetapi, jika ada yang menggunakan server-server di Amerika Serikat untuk hosting website, tentunya konten-konten website tersebut akan masuk ke dalam juridiksi hukum di sana.
Memang secara langsung, SOPA dan PIPA ini tidak mempengaruhi jaringan internet di Indonesia. Namun, bisa dibayangkan untuk kita yang sehari-hari menggunakan service-service sosial media seperti Multiply, Facebook, Google, Twitter, YouTube, dan lain-lain; kebanyakan website-website ini akan menjadi target sasaran dari SOPA dan PIPA. Penggunaan internet bisa dipastikan akan berubah jika SOPA dan PIPA diluluskan.

PEMBAHASAN

A.      Definisi Piracy

Piracy, sebuah kata yang jika kita coba terjemahkan secara bebas di dunia perkomputeran adalah pembajakan. Apa itu pembajakan? Pembajakan berasal dari kata membajak yaitu mengambil barang orang lain secara paksa dan tanpa ijin untuk kemudian dipergunakan untuk kepentingan diri sendiri.
Piracy adalah Pembajakan perangkat lunak (software) Pembajakan perangkat lunak adalah penyalinan atau penyebaran secara tidak sah atas perangkat lunak yang dilindungi undang-undang. Hal ini dapat dilakukan dengan penyalinan, pengunduhan, sharing, penjualan, atau penginstallan beberapa salinan ke komputer personal atau kerja Contoh: Pembajakan software aplikasi (contoh: Microsoft), lagu dalam bentuk digital (MP3, MP4) dll. 

Jenis-jenis pembajakan software yang ada:

1.       Hard disk loading
Pembajakan software terjadi ketika sebuah toko komputer menawarkan instalasi sistem operasi atau software bajakan kepada pelanggan yang ingin membeli perangkat komputer. Biasanya, penawaran ini diajukan sebagai layanan tambahan kepada pelanggan yang membeli laptop atau merakit komputer tanpa sistem operasi.
2.       Counterfeiting (pemalsuan)
Jenis pemalsuan software yang biasanya dilakukan secara “serius.” Kepingan CD software tidak dibungkus dengan plastik biasa. Di sini, pelaku pembajakan juga membuat dus kemasan seperti yang asli, lengkap dengan manual book dan kepingan CD yang meyakinkan.
3.       Internet/online piracy
Jenis pembajakan yang dilakukan melalui koneksi jaringan internet. Selama ini banyak situs web yang menyediakan software bajakan secara gratis. Seseorang yang membutuhkannya bisa mengunduh kapan saja.
4.       Mischanneling
Pembajakan software yang biasanya dilakukan oleh sebuah institusi untuk mencari keuntungan tertentu. Sebagai contoh, ada sebuah kampus yang membeli 50 lisensi akademik (academic licence) dari Microsoft. Lisensi ini memang dijual lebih murah oleh Microsoft. Namun pada suatu saat, kampus tersebut malah menjual lisensinya kepada pihak lain yang tidak berhak mendapatkan lisensi akademik.
5.       Corporate Piracy
Dalam lingkup perusahaan, pembajakan yang paling sering dilakukan ialah ketika perusahaan membeli software untuk 10 lisensi, namun pada praktiknya, software tersebut digunakan pada 15 komputer atau lebih. Menurut Polri, penggunaan software tanpa lisensi untuk kepentingan komersial merupakan tindak pidana.

B. Alasan pembajakan perangkat lunak :

1.             Lebih murah ketimbang membeli lisensi asli.
2.             Format digital sehingga memudahkan untuk disalin ke media lain.
3.             Manusia cendrung mencoba ‘hal’ baru.
4.             Undang-undang hak cipta belum dilaksanakan secara tegas.
5.             Kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk menghargai ciptaan orang lain.

C.      Pembajakan Software dari Perspektif Hukum
Di dalam terminologi hukum di Indonesia, tidak mengenal istilah pembajakan software. Istilah ini merupakan terjemahan langsung dari software piracy. Dalam Kamus Microsoft Encarta, dikatakan bahwa piracy merupakan perbuatan menggunakan material yang dilindungi dengan copyright atau yang dikenal di Indonesia sebagai hak cipta, tanpa izin resmi. Bila dilihat ke dalam hukum nasional kita, masalah perlindungan software ini diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta No. 19/2002 (UU Hak Cipta). Pada Pasal 12 dikatakan bahwa yang dimaksud dengan sebuah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra adalah:
1.               Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2.               Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu;
3.               Alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
4.               Lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
5.               Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
6.               Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan
7.               Arsitektur;
8.               Peta;
9.               Seni, batik;
10.           Fotografi;
11.           Sinematografi;
12.           Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Pembajakan software bisa mencakup beberapa kegiatan antara lain menjual software atau menyewakan software. Namun, tidak disebutkan bahwa menggunakan atau memakai software merupakan pelanggaran hak cipta juga disebut pembajakan software. Oleh sebab itu, tidak perlu khawatir bila menggunakan softwar ebajakan. Akan tetapi, meng-copy atau menginstal software termasuk tindakan memperbanyak software. Bila dilakukan tanpa izin (tanpa lisensi dari Pencipta/Pemegang Hak Cipta) maka juga dianggap pembajakan. Sebenarnya, masalah hak cipta awalnya merupakan permasalahan perdata, artinya hanya menyangkut kepentingan individu terhadap individu lainnya. Namun, lantaran UU Hak Cipta juga memasukkan unsur pidana, maka masalah pembajakan software ke hukum pidana. Pasal 72 ayat (1) memberikan ancaman kurungan pidana bagi mereka yang sengaja dan tanpa hak (melawan hukum) melakukan perbuatan tersebut, paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1 juta, paling lama 7 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 milyar.


D.      Pembajakan Software dari Perspektif Etika Bisnis
Seperti yang sudah diketahui, pembajakan software merupakan subyek perdebatan. Beberapa penulis mendukung pembajakan software karena manfaat baik untuk perkembangan masyarakat, terutama memberikan akses kepada mereka yang tidak mampu secara ekonomi membeli software legal (Wong, Kong, dan Ngai, 1990 dalam Dewi & Gudono, 2007).
Sementara ini, kelompok yang tidak mendukung pembajakan software mempunyai alasan yang jelas. Dukungan dana untuk industri software untuk menghasilkan software yang berkualitas adalah alasan utama kelompok ini. Kelompok ini juga mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul karena maraknya pembajakan (Rahim et al., 2000 dalam Dewi & Gudono, 2007), seperti keenganaan produsen software untuk memproduksi kembali serta pembebanan 
biaya yang bahkan lebih tinggi untuk software legal sebagai kompensasi kehilangan akibat pembajakan software.
Survei yang dilakukan oleh Wahid (2004) di tahun 2002 setidaknya dapat menjelaskan motif pembajakan software ini. Survei yang dilakukannya, menemukan bahwa sebagian besar (36%) responden menyatakan bahwa mereka membajak software beberapa kali dalam satu bulan dan 19% responden menyatakan tidak pernah membeli software bajakan. Meskipun dari sisi persentase tingkat pembajakan di Indonesia besar, misal pada tahun 2010 sebesar 87%, namun kerugian yang dialami oleh Indonesia lebih sedikit dibandingkan negara-negara yang lain, walaupun kejadian ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke-11 di seluruh dunia versi BSA. Hal ini berarti, jika yang dikejar oleh pada produsen software adalah pengurangan kerugian secara signifikan, maka berjuang melawan pembajakan di negara-negara maju akan lebih menguntungkan. Survei juga menemukan bahwa faktor stimulus yang terkait dengan kebutuhan dan harga software legal yang terlalu merupakan motivasi utama para pembajak.
Kasus ini menunjukkan bahwa teknologi informasi membutuhkan pemahaman mengenai etika dalam penggunaannya agar tidak terjadi kejahatan-kejahatan yang membawa kerugian. Beberapa pihak yang peduli terhadap etika sistem informasi khususnya terkait dengan penggunaan teknologi informasi telah membuat berbagai pedoman mengenai etika penggunaan komputer, salah satunya yaitu pedoman yang dibuat oleh Indoglobal-supp@indoglobal.com (Dewi & Gudono, 2007) mengenai pedoman bagi pemakai dan nekinet yang diberi judul Sepuluh Perintah untuk Etika Komputer, yang isinya adalah:
§  Jangan menggunakan untuk membahayakan orang lain.
§  Jangan mencampuri pekerjaan komputer orang lain.
§  Jangan mengintip file orang lain.
§  Jangan menggunakan komputer untuk mencuri.
§  Jangan menggunakan komputer untuk bersaksi dusta.
§  Jangan menggunakan atau menyalin perangkat lunak yang belum kamu bayar.
§  Jangan menggunakan sumber daya komputer orang lain tanpa otorisasi.
§  Jangan mengambil hasil intelektual orang lain untuk diri kamu sendiri.
§  Pikirkanlah mengenai akibat sosial dari program yang kamu tulis.
§  Gunakanlah komputer dengan cara yang menunjukkan tenggang rasa dan rasa penghargaan.

E. Implikasi dan Solusi Masalah Pembajakan Software

Pembajakan software merupakan hal yang tidak etis dilakukan dan tidak sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.  Maraknya penggunaan software ilegal juga berdampak negatif terhadap perkembangan industri tersebut di dalam negeri. Orang akan malas berkreasi untuk menciptakan suatu hasil karya karena kurangnya perlindungan hukum terhadap para penciptanya. Oleh karena itu, berbagai langkah telah banyak dilakukan BSA dalam rangka penegakan hukum di bidang hak cipta. Hal-hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi adalah dengan :

  1. Menerapkan diskrimasi harga software terutama untuk negara-negara berkembang yang diikuti dengan penerapan undang-undang secara konsisten termasuk pemberantasan peredaran software bajakan dan edukasi publik untuk lebih meningkatkan apresiasi terhadap hak atas kekayaan intelektual. Hal ini dimaksudkan agar perusahaan maupun individu tidak segan lagi uintuk membeli software yang dianggap sangat mahal.
  2. Menggalakkan penggunaan software open source yang bisa didapatkan dengan gratis. Namun solusi ini bukannya tanpa masalah. Masalah jaminan keamanan dan kemungkinan klaim terhadap masalah vulnerabilitas, entry barriers, dan besarnya switching cost merupakan beberapa alasan yang mengemuka (e.g. Hidayat, 2003 dalam Dewi & Gudono, 2007). Namun demikian, bukannya tidak mungkin pada waktu yang akan datang, jika sudah sampai pada critical mass, penggunaan software open source semakin berkembang

KESIMPULAN

Pembajakan software (software piracy) merupakan tindakan yang melanggar hukum terutama UU HKI dan tidak etis dilakukan karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi pengusaha software dan bertindak untuk kepentingan pribadi dan bukan masyarakat meskipun tingkat pembajakan software di Indonesia dari sisi persentase sangat besar, namun jika dilihat dari sisi kerugian yang diakibatkan sangat kecil jika dibandingkan dengan kerugian yang dilakukan oleh para pembajak di negara maju. Harga software legal yang terlalu mahal, terutama untuk negara berkembang, adalah motivasi utama mengapa orang membelisoftware bajakan.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mengurangi pembajakan di antaranya adalah diskrimasi hargasoftware terutama untuk negara-negara berkembang yang diikuti dengan penerapan undang-undang secara konsisten termasuk pemberantasan peredaran software bajakan, edukasi publik untuk lebih meningkatkan apresiasi terhadap hak atas kekayaan intelektual, serta pemasyarakatan penggunaan software open source.

CONTOH KASUS

Apple Bayar $5 Juta Atas Pelanggaran Paten Perusahaan Taiwan

Elan Microelectronics Corp (EMC), sebuah perusahaan touch design yang bermarkas di Taiwan, pada Kamis kemarin (5 Jan) mengatakan bahwa Apple akan membayar US$5 juta sebagai bagian dari sebuah kesepakatan dalam kasus pelanggaran hak paten. Apa yang disampaikan EMC juga menyebut bahwa dua perusahaan yang terlibat kasus paten itu akan bertukar kewenangan untuk memakai paten masing-masing.
Di tahun 2009, EMC menggugat Apple di pengadilan Amerika atas pelanggaran dua paten. Di tahun yang sama Apple ganti menggugat EMC. Komisi Perdagangan Internasional Amerika (ITC) selanjutnya pada bulan Juni 2009 memutuskan bahwa Apple tidak bersalah karena tidak melanggar hukum perdagangan Amerika.
Selain dengan EMC, Apple juga masih dalam perang paten dan saling gugat dengan perusahaan lain. Yang terpanas pastinya perseteruan Apple kontra Samsung terkait paten iPhone/iPad dan smartphone /tablet Galaxy Series.


Laporan Reuters menyebut bahwa perang paten telah menjadi hal yang lumrah di dunia teknologi karena produsen pastinya ingin melindungi teknologi yang ada di produk mereka sehingga tidak dipakai oleh pesaingnya. Tapi dari semua kasus paten yang pernah ada, sebagian besar bisa diselesaikan diluar pengadilan karena perusahaan besar lebih suka menghindari pertarungan panjang di meja hijau. Sementara persidangan terus berlangsung, bisa jadi teknologi yang diperebutkan telah ketinggalan jaman karena munculnya teknologi lain yang lebih baru.



REFERENSI

Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Dewi & Gudono. 2007. Analisis Pengaruh Intensitas Moral terhadap Intensi Keperilakuan: Peranan Masalah Etika Kepersepsian dalam Pengambilan Kepputusan Etis yang Terkait dengan Sistem Informasi, Simposium Nasional X Unhas Makasar 26-28 Juli 2007.
Kompas.com. 2011. Pembajakan “Software” Bukannya Turun, Malah Naik, KompasSelasa 17 Mei 2011.
Unti Ludigdo (2007), Paradoks Etika Akuntan, Bab 2
Ronald F. Duska & B.S. Duska (2005), Accounting Ethics, Ch. 2&3
Wahid, Fathul. 2004. Motivasi Pembajakan Software: Perspektif Mahasiswa. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004, Yogyakarta, 19 Juni 2004

1 komentar: